SOAL OPEN-ENDED
MATERIAL FUNGSIONAL
JUDUL :
UJI REAKSI HIDRORENGKAH KATALIS ALAM DENGAN MODIFIKASI LOGAM NI DAN MO TERHADAP PARAFIN
OLEH :
I DEWA MADE KRESNA
09 313 161
PENDIDIKAN KIMIA
UNIVERSITAS NEGERI MANADO
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN KIMIA
2011
PENDAHULUAN
Bahan bakar minyak merupakan bahan bakar utama saat ini, namun karena jumlahnya yang terbatas minyak bumi yang digunakan secara terus menerus akan habis. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah ini dengan memanfaatkan kembali minyak fraksi berat tertentu antara lain : petroleum, minyak diesel, tir batubara dan parafin sehingga menjadi minyak fraksi lebih ringan. Beberapa penelitian yang menggunakan senyawa karbon dalam bentuk fraksi berat antara lain: Nasution et al (1999), berhasil melakukan reaksi hidrorengkah minyak berat diesel (diesel oil) dengan katalis Ni-Mo/Al2O3-SiO2. Salah satu produk minyak fraksi hasil hidrorengkahnya adalah rangkaian senyawa hidrokarbon dengan 1 cincin lingkar. Ginanjar (2002), berhasil melakukan hidrorengkah pada tir batubara menjadi fraksi bensin menggunakan katalis Cr/Zeolit. Trisunaryanti (1995), berhasil melakukan hidrorengkah terhadap parafin dengan menggunakan katalis krom yang diembankan pada zeolit alam. Reaksi hidrorengkah merupakan salah satu proses katalitik yang penting di dalam industri dan penelitian kimia. Proses hidrorengkah dapat mengubah fraksi berat senyawa parafin menjadi fraksi ringannya.
Parafin merupakan senyawa hidrokarbon yang sangat potensial untuk dikonversi menjadi fraksi yang ringan karena parafin mengandung senyawa-senyawa hidrokarbon dengan jumlah atom karbon per molekul dalam paraffin sekitar 20-36 atom. Pada reaksi hidrorengkah senyawa parafin sangat mungkin digunakan sebagai umpan untuk memperoleh produk dengan jumlah atom karbon yang lebih sedikit dengan menggunakan katalis tertentu.
Katalis dengan aktivitas hidrorengkah katalitik yang tinggi mempunyai kriteria aktif, stabil, sensitif terhadap perubahan panas, mudah diregenerasi dan mempunyai kekuatan mekanik, dapat dipenuhi dengan mengembankan katalis dalam sistem logam-pengemban sehingga logam-logam diembankan dapat berlaku sebagai situs aktif yang dapat berfungsi sebagai katalis. Umumnya logamlogam aktif yang sering digunakan adalah logam-logam transisi.
Salah satu katalis logam transisi yang telah banyak digunakan pada industri kimia adalah Nikel (Ni). Katalis nikel yang diembankan pada pengemban berguna sebagai katalis hidrogenasi yang dapat mengubah etana menjadi etilen (Heracleous dan Lemonidou, 2003). Logam transisi lainnya yang juga banyak digunakan sebagai katalis adalah Molibdenum (Mo). Molibdenum yang diemban pada pengemban digunakan sebagai katalis hidrorengkah dan desulfurisasi pada berbagai model reaksi (Egorova, 2003). Logam Ni dan Mo umumnya diembankan pada suatu pengemban untuk meningkatkan efektivitas katalis logam tersebut.
Salah satu bahan pengemban yang memiliki kriteria tersebut , juga murah secara ekonomi dan tersedia dalam berbagai macam ukuran dan distribusi pori serta memiliki permukaan yang cukup luas dibandingkan dengan lainnya adalah zeolit (Augustine, 1996). Zeolit sebagai pengemban berfungsi untuk menebarkan logam-logam aktif katalis sehingga dapat dipergunakan secara efektif. Syarifah (2001), menggunakan katalis pengembanan dengan terlebih dulu melakukan aktivasi kemudian kalsinasi dengan dialiri gas N2 pada suhu 500oC, oksidasi dengan gas O2 pada suhu 400oC dan direduksi dengan aliran gas H2 pada suhu 400oC . Proses aktivasi secara fisika dan kimia dapat meningkatkan kemampuan zeolit sebagai katalis. Zeolit alam yang diberi perlakuan asam, uap air dan pengembanan logam akan menghasilkan destilat relatif lebih banyak dan kokas relatif rendah. Zeolit alam yang sudah teraktivasi dan termodifikasi dengan pengemban menghasilkan katalis dengan karakter yang berbeda.
Logam Ni dan Mo yang diembankan pada zeolit dapat digunakan secara sendiri-sendiri (monometal) atau dalam bentuk campuran (bimetal) (Anderson and Boudart , 1984). Pengembanan logam transisi pada suatu pengemban dapat juga meningkatkan selektivitas katalis (Satterfield, 1980). Katalis bimetal akan mempunyai aktivitas dan selektivitas yang lebih tinggi daripada katalis monometal.
Fitrianto (2005), telah melakukan pengembanan logam Ni dan Mo pada zeolit alam aktif sehingga diperoleh katalis monometal dan bimetal dengan metode impregnasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan kandungan logam dan keasaman total, pengembanan dengan satu jenis logam (monometal) lebih efektif yaitu sebesar 1,127 (b/b) dan 1,177 % mmol/gram dibandingkan pengembanan dua jenis logam (bimetal) yang hanya sebesar 0,646 (b/b) dan 0,294 % mmol/gram.
Mengacu pada pemaparan di atas akan dilakukan uji hidrorengkah untuk mengetahui aktivitas katalis logam Ni dan Mo yang teremban pada zeolit hasil sintesis Fitrianto (2005) dalam mengubah senyawa hidrokarbon dengan berat molekul lebih besar menjadi senyawa hidrokarbon lebih kecil dengan senyawa parafin sebagai model. Pemilihan parafin sebagai senyawa model reaksi hidrorengkah didasarkan pada adanya proses pemutusan b untuk menghasilkan molekul parafin yang lebih kecil.
Masalah yang dihadapi ialah ada berbagai jenis katalis logam transisi yang digunakan dalam reaksi hidrorengkah katalitik. Umpan yang digunakan ialah parafin. Kondisi saat reaksi hidrorengkah, tergantung pada laju alir gas hidrogen, adanya katalis, massa katalis dan temperatur reactor hidrorengkah. Pengkarasteristik digunakan Kromatografi Gas, Spektroskopi Massa, dan Spektroskopi Inframerah.
Katalis logam transisi yang digunakan adalah hasil sintesis Fitrianto yaitu Logam Ni dan Mo. Kondisi reaksi hidrorengkah dilakukan dalam reaktor sistem alir dengan gas H2 dengan laju 30 mL/menit. Hidrorengkah dilakukan dengan variasi rasio umpan-katalis 5:1 temperatur 400oC. Ni-Mo/Zeolit Alam Aktif ini dikembangkan karena dapat merubah paraffin menjadi fraksi yang lebih ringan.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Katalis
Definisi katalis, pertama kali dikemukakan oleh Ostwald, yaitu suatu substansi yang mengubah laju suatu reaksi kimia tanpa mengubah besarnya energi yang menyertai reaksi tersebut. Menurut Wilkinson (1989) dan Sukarjo (1997) katalis adalah zat yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi, akan tetapi zat tersebut tidak mengalami perubahan kimia pada akhir reaksi sedangkan menurut Gates (1992) katalis didefinisikan sebagai substansi yang meningkatkan tercapainya kesetimbangan suatu reaksi kimia tanpa ikut bereaksi.
Menurut Smith (1994), katalis berdasarkan pada fase-fasenya digolongkan dalam katalis homogen (fase yang sama dengan campuran reaksinya) dan heterogen (fase yang berbeda dengan campuran reaksinya). Beberapa faktor yang menentukkan aktivitas katalis antara lain kuat ikatan, sisi aktif, dan koordinasi. Katalis umumnya bekerja dengan membentuk ikatan kimia dengan satu atau lebih reaktan. Pembentukan ikatan kimia antara adsorbat dengan permukaan katalis dan pemutusan ikatan tersebut pada langkah berikutnya merupakan langkah utama dalam katalisis heterogen. Ikatan kimia yang terlalu lemah mengakibatkan absorpsi kimia tidak akan terjadi, sedangkan ikatan terlalu kuat mengakibatkan desorpsi akan sukar terjadi.
Proses katalisis berhubungan dengan luas permukaan katalis yang dapat berfungsi sebagai situs adsorpsi. Adsorpsi pada permukaan katalis agar dapat berlangsung harus mempunyai energi aktivasi yang relatif rendah dan mampu membentuk spesies permukaan yang reaktif. Reaksi dilakukan sesuai dengan energi yang dibutuhkan untuk pemutusan ikatan yang dihasilkan dari pembentukan ikatan yang sesuai. Energi yang terlalu besar dalam suatu reaksi akan berpengaruh terhadap pemutusan ikatan yang mengakibatkan pembentukan ikatan yang tidak diharapkan sedangkan energi yang terlalu kecil kurang mendukung proses pemutusan ikatan karena energi yang dibutuhkan tidak memadai.
Adsorbat atau reaktan, untuk terjadinya adsorpsi dengan permukaan, memerlukan adanya valensi bebas atau orbital kosong pada permukaan adsorben, sehingga terdapat jumlah minimum koordinasi atom permukaan. Umumnya katalis heterogen lebih disukai daripada homogen karena pemisahan dan penggunaan kembali katalis setelah reaksi lebih mudah dilakukan (Triyono, 1994).
Pada katalis heterogen, variabel lebih dipusatkan pada sifat-sifat kimia permukaan. Karakter utama untuk menentukan katalis yang akan dipakai dalam suatu reaksi adalah sifat-sifat reaktan, produk yang terlibat dalam reaksi, dan sifat-sifat permukaan katalisator yang mencakup sifat kimia dan fisikanya. Katalis heterogen yang sering digunakan dalam sebuah reaksi berupa katalis logam pengemban. Katalis logam-pengemban dapat berupa monometal, bimetal dan sebagainya.
Reaksi katalis heterogen untuk sistem logam pengemban pada umumnya menggunakan logam-logam transisi yang memiliki elektron orbital d yang tidak berpasangan sehingga dapat menghasilkan satu atau lebih valensi bebas atau orbital d pada permukaan dimana reaktan akan teradsorpsi secara spesifik pada orbital tersebut sehingga terjadi reaksi yang diharapkan (Triyono, 1994).
Logam Transisi sebagai Katalis
Logam transisi sering digunakan sebagai katalis heterogen. Logam transisi tersebut bersifat asam dan berperan dalam reaksi perpindahan elektron. Logam transisi yang digunakan sebagian besar adalah logam golongan VIII B. Sifat-sifat kimia dan fisika unsur golongan transisi sangat ditentukan oleh orbital d. Fungsi logam transisi dalam suatu reaksi katalitik adalah untuk mengatomisasi molekul-molekul diatomik dan kemudian memberikan atom tersebut kepada reaktan lainnya atau intermediet reaksi. Kemampuan logam transisi dalam mengkatalisis reaksi sangat berkaitan dengan keberadaan elektron-elektron pada orbital d yang berbaur dengan keadaan elektronik pada orbital s dan p yang terdekat. Akibatnya akan timbul keadaan elektronik berenergi rendah dalam jumlah besar dan orbital kosong yang sangat ideal untuk reaksi katalisis. Situs-situs yang memiliki keadaan elektronik degenerate dalam jumlah besar adalah situs-situs paling aktif dalam pemutusan dan pembentukan ikatan. Keadaan elektronik seperti ini mempunyai muatan, konfigurasi, dan spin yang fluktuatif dan hal ini terjadi pada situs-situs logam dengan bilangan koordinasi yang besar (Hegedus, 1987). Salah satu logam transisi golongan VIIIB yang biasa digunakan adalah nikel. Nikel merupakan logam putih perak yang keras, liat, dan sangat kuat. Nikel melebur pada suhu 1455oC dan bersifat paramagnetik. Logam ini mempunyai bilangan oksidasi yang bervariasi, tetapi yang paling umum adalah 2+. Nikel dalam sistem periodik unsur memiliki nomor atom 28 dan mempunyai elektron terluar pada orbital d dengan konfigurasi elektron [Ar]3d84s2
Logam Nikel mempunyai orbital 3d yang belum penuh maka, sesuai aturan Hund, terdapat elektron–elektron yang tidak berpasangan pada orbital d. Keadaan ini menentukkan sifat–sifat nikel yaitu sifat magnetik, struktur padatnya dan kemampuan logam Nikel dalam membentuk senyawa komplek. Fenomena ini menjadikan logam nikel mudah membentuk ikatan kovalen koordinat sehingga pembentukan senyawa antara pada permukaan katalis menjadi lebih mudah. Penempatan komponen aktif logam ke dalam sistem pori pengemban adalah dengan menggunakan garam–garam logamnya, seperti garam klorida, sulfat, nitrat, atau oksalat. Logam nikel yang biasa digunakan adalah garam nitrat yaitu Ni(NO3)2.6H2O (Augustine, 1996)
Berdasarkan sifat – sifat logam nikel, maka sebagai komponen aktif sistem katalis nikel-pengemban, nikel sangat efektif dalam menjamin keberhasilan reaksi katalitik. Nikel secara luas digunakan sebagai katalis hidrogenasi jadi permukaan logam katalis berfungsi sebagai mengikat ion hidrida dan menambah proton pada reaksi yang selanjutnya terjadi kontak langsung yang efektif antara umpan dan hidrogen sehingga proses hidrogenasi berlangsung menghasilkan produk. Salim (2001) telah melakukan pengembanan logam Nikel pada zeolit Y untuk membuat katalis hidrorengkah n-heksadekana. Pengembanan nikel tidak hanya dilakukan pada zeolit, tetapi juga pada bahan pengemban lain seperti alumina.
Logam transisi lain yang juga bisa digunakan adalah Molibdenum. Molibdenum merupakan logam yang relatif inert, atau sedikit bereksi dengan larutan asam dan alkali. Logam ini memiliki titik leleh 2610oC dengan tingkat oksidasi -2, -1, 0, 1, 2, 3, 4, 5 dan 6. Molibdenum merupakan unsur transisi golongan VI dengan memiliki konfigurasi elektron [ Kr ] 4d5 5s1
Berdasarkan konfigurasi tersebut molibdenum dapat diketahui juga memiliki orbital 4d setengah penuh sehingga terdapat elektron – elektron yang tidak berpasangan. Penempatan komponen aktif logam molibdenum ke dalam sistem pori pengemban biasanya menggunakan garam amoniumnya yaitu (NH4)6Mo7O24.H2O (Lee, 1984). Molibdenum luas pemakaiannya dalam reaksi katalitik baik dalam bentuk logam murni, oksida logam atau dikombinasikan dengan logam lain dan pengemban (Willkinson, 1989). Logam Molibdenum sering digunakan dalam berbagai pengemban antara lain : silica, alumina dan zeolit. Logam Ni dan Mo yang diembankan pada zeolit dapat digunakan secara sendiri-sendiri (monometal) atau bersama-sama (bimetal). Fitrianto (2005) telah berhasil mensintesis katalis Ni dan Mo, baik secara monometal maupun bimetal dengan karakter katalis sebagai berikut :
a. Kandungan Logam
Penambahan logam Mo pada zeolit akan menurunkan kandungan logam Ni, tetapi penambahan logam Ni tidak mengurangi kandungan logam Mo. Pengembanan logam Mo ke dalam zeolit telah mendesak logam Ni untuk lepas dari dalam zeolit. Sesuai dengan sifatnya, yaitu ukuran Mo lebih kecil (0,68oA) daripada ukuran Ni (0,69oA) maka logam Mo lebih mampu menempati pori-pori zeolit dibanding dengan logam Ni. Kandungan logam Ni dan Mo dalam beberapa katalis dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Kandungan logam Ni dan Mo dalam Katalis
b. Keasaman Total
Kompetisi antar logam Ni dan Mo pada saat impregnasi logam ke dalam situs-situs kerangka padatan zeolit dapat mengakibatkan terjadinya sintering atau penggumpalan logam sehingga situs asam pada logam tersebut yang berfungsi pada situs aktif berkurang dan menurunkan keasaman total katalis. Keasaman total beberapa katalis dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Keasaman total katalis
c. Luas permukaan, Volume pori dan Rerata jejari pori
Proses pengembanan yang baik dalam arti terdistribusi secara merata dan tidak menutupi lubang pori, maka akan diperoleh luas permukaan yang besar, tetapi jika proses pendistribusian tersebut tidak merata, maka akan terjadi sintering atau penggumpalan logam pada sebagian permukaan zeolit yang mengakibatkan terjadinya penurunan luas permukaan, volume pori total dan rerata jejari pori. Luas permukaan spesifik, volume pori dan rerata jejari pori untuk beberapa katalis dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3. Luas Permukaan Spesifik, Volume Pori dan Rerata Jejari Pori Katalis
2. Zeolit
a. Struktur
Zeolit adalah kristal aluminosilikat yang mempunyai kerangka tiga dimensi yang tersusun dari tetrahedral SiO4 dan AlO4 yang bergabung melalui atom oksigen (Augustin,R.L.,1996). Zeolit mempunyai rumus umum sebagai berikut :
Mv(Al2O3)x(SiO2)y.zH2O
Dimana :
M = kation bermuatan satu (natrium dan ammonium)
V = x, untuk kation bervalensi 1
V = ½ x, untuk kation bervalensi 2
Diantara mineral-mineral alam yang termasuk jenis ini adalah mordenit dan faujasite yang telah banyak digunakan untuk katalis (Triyono, 1994). Zeolit mengandung kation di kerangka luar, biasanya Na+, untuk mempertahankan kenetralan listrik dengan AlO4¯ (Augustine, 1996).
Gambar 1. Struktur Na-alumina silika.
Kation Na+ yang dapat dipertukarkan terletak dekat AlO4¯ tetrahedral karena muatan negatif dominan pada daerah tersebut (Gates, 1992). Ketika Na+ ditukar dengan Ca2+, strukturnya diperlihatkan dalam gambar 2.
Gambar 2. Struktur Ca-alumina silica
Ion Ca2+ berkeseimbangan dengan dua AlO4¯ tetrahedral. Di dalam zeolit, muatan negatif tidak diletakkan pada satu atau dua tetrahedral tetapi didistribusikan diseluruh kerangka ion oksigen. Zeolit dengan konsentrasi H+ yang tinggi bersifat hidrofilik, mempunyai aktivitas yang kuat terhadap molekul polar kecil yang masuk kedalam pori-pori sedangkan zeolit dengan konsentrasi H+ rendah bersifat hidrofobik, mempunyai aktivitas terhadap senyawa organik yang berasal dari campuran air - organik (Gates,1992).
b. Pemanfaatan sebagai Katalis Hidrorengkah
Penggunaan penting dari zeolit adalah sebagai katalis heterogen. Kebanyakan katalis zeolit digunakan dalam penyulingan minyak bumi, misalnya penggunaan zeolit Y yang ultrastabil dalam hidrorengkah katalitik. Zeolit digunakan sebagai katalis dalam proses hidrorengkah karena memiliki kriteria sebagai berikut:
Mempunyai situs asam yang aktif (Dyer, 1998)
Zeolit mempunyai situs asam Bronsted yang ditimbulkan oleh gugus hidroksil dalam struktur pori zeolit. Gugus hidroksil biasanya dibentuk dengan pertukaran kation amonium atau polivalen diikuti oleh kalsinasi. Hidrogen akan berikatan dengan oksigen membentuk gugus hidoksil yang menggambarkan situs asam Bronsted. Zeolit terprotonasi melalui pemanasan lebih lanjut akan terjadi dehidroksilasi struktur membentuk situs asam Lewis yang ditunjukkan oleh gambar 3.
Situs Lewis tersebut belum stabil, karena masih adanya uap air. Ia dapat distabilkan dengan mengeluarkan Al dari kerangka membentuk situs Lewis sebenarnya yang diperlihatkan pada Gambar 4.
Selektivitasnya tinggi terhadap reaktan (Dyer, 1998)
Zeolit dengan ukuran pori yang spesifik memiliki sifat selektif dalam mengadsorpsi molekul. Suatu molekul dapat teradsorpsi secara baik dalam rongga zeolit. Sifat – sifat zeolit yang demikian, spesifik untuk satu jenis zeolit dan mengacu pada sifat kristalin sebagai suatu adsorben. Selama proses katalisis, sifat ini akan menghasilkan selektivitas katalis yang tinggi.
Stabil terhadap pemanasan tinggi
Reaksi hidrorengkah adalah reaksi endoterm sehingga umumnya membutuhkan temperatur yang tinggi maka diperlukan katalis yang mempunyai stabilitas terhadap kerusakan struktur pori pada pemanasan tinggi.
Luas permukaannya yang besar
Reaksi katalitik berlangsung pada permukaan katalis sehingga semakin besar luas permukaan katalis maka makin banyak molekul yang dapat mengadakan reaksi katalitik. Luas permukaan yang besar disebabkan banyaknya pori yang berkaitan erat proses difusi reaktan untuk mencapai sisi aktif zeolite sehingga proses hidrorengkah dapat berjalan efektif.
c. Reaksi Hidrorengkah
Reaksi hidrorengkah adalah proses pemecahan ikatan karbon-karbon pada hidrokarbon yang mempunyai berat molekul besar menjadi berat molekul kecil sehingga lebih berguna dengan adanya gas H2 (Olah et al, 1995). Reaksi hidrorengkah dilakukan dengan 2 cara yaitu hidrorengkah termal dan hidrorengkah katalitik. Pelaksanaan perengkahan tergantung pada alat, bahan dan cara pemanasan. Hidrorengkah dengan reaktor secara batch sering digunakan untuk mengolah bahan dalam jumlah kecil atau untuk proses katalitik. Umpan dan katalisator bersama-sama dipanaskan dalam reaktor dan uap yang dihasilkan diembunkan dengan alat pendingin. Hidrorengkah dengan sistem Flow sering digunakan untuk proses termal dan katalitik. Umpan dan katalis ditempatkan secara terpisah pada reaktor kemudian bersama–sama dipanaskan serta gas dialirkan dengan kecepatan tertentu dimana gas sebagai pembawa umpan. Gas yang sering digunakan dalam proses perengkahan ini antara lain: Hidrogen dan Nitrogen. Perengkahan dengan adanya gas H2 disebut hidrorengkah (hydrocracking).
Hidrorengkah Termal
Reaksi hidrorengkah yang dilakukan hanya dengan perlakuan temperatur tinggi serta adanya gas H2 disebut hidrorengkah termal. Hidrorengkah termal terjadi disebabkan lepasnya ikatan sigma karbon–karbon sehingga molekul terpecah menjadi fragmen–fragmen radikal bebas. Tahap fragmentasi ini disebut homolisis termal yang merupakan tahap inisiasi bagi sederetan reaksi radikal bebas (Pudjaatmaka, 1988). Hidrokarbon akan menjalani hidrorengkah termal melalui pembentukan radikal bebas pada temperatur tinggi. Tahap awal berupa memecahan homolitik pada ikatan C–C yang ditunjukkan pada persamaan 1. Radikal–radikal tersebut dapat membentuk etilene dan radikal primer selanjutnya. Menurut aturan b empiris, pemutusan ikatan terjadi pada ikatan C–C yang posisinya b terhadap atom C yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Persamaan 2 menggambarkan terjadinya pemutusan ikatan C- C. Radikal primer yang baru terbentuk akan menjalani pemutusan b sehingga menghasilkan etilene dan radikal dalam jumlah atom C yang lebih kecil sampai radikal metil terbentuk. Radikal metil akan mengambil radikal hidrogen sehingga terbentuk metana dan radikal sekunder. Radikal sekunder ini akan menghasilkan olefin dan radikal primer kembali yang diperlihatkan pada persamaan 3 (Gates, 1979).
Hidrorengkah Katalitik
Hidrorengkah katalitik terjadi melalui pembentukan ion karbenium. Ion karbenium atau karbokation ini dapat terbentuk melalui berbagai jalan, diantaranya melalui interaksi antara asam kuat dengan olefin [persamaan (4)] (Gates, 1992).
Bersamaan dengan reaksi hidrorengkah, ion karbenium juga mengalami reaksi isomerisasi (Gates, 1992) dan polimerisasi (Olah et al, 1995). Kestabilan karbenium meningkat seiring dengan urutan karbenium tersier > sekunder > primer > metil. Hal ini menyebabkan karbenium primer memiliki kecenderungan untuk berisomerisasi menjadi karbenium sekunder atau tersier melalui penataan ulang yang melibatkan baik pergeseran hidrogen maupun pergeseran metil (Gates, 1992)
Parafin
Minyak bumi terutama terdiri dari hidrokarbon dan sejumlah kecil sulfur, nitrogen, oksigen dan hidrogen dalam bentuk senyawa organik. Hidrokarbon dalam minyak bumi terutama dalam bentuk parafin, senyawa cincin aromatis dan napthane (cincin jenuh dengan 5 atau 6 atom C dalam cincin). Minyak bumi berdasarkan komposisinya dibagi menjadi parafin basa dan aspal basa mentah, serta senyawa yang memiliki sifat diantara keduanya. Parafin basa mentah mengandung sejumlah parafin (alkana), rantai lurus atau bercabang. Aspal basa mentah mengandung sejumlah senyawa dengan berat molekul tinggi, non volatil yang dapat terpisah dengan pelarut menjadi fraksi dalam bentuk resin dan aspal (Satterfild, 1980). Parafin adalah suatu senyawa hidrokarbon rantai panjang dengan rumus molekul CnH2n+2. Parafin mempunyai titik didih ± 204 °C dan titik leleh sekitar 46-68 °C. Jumlah atom karbon per molekul dalam parafin sekitar 20-36 atom. Berat molekul yang dimiliki oleh parafin antara 350-420 gram/mol. Parafin tidak hanya terdiri dari rantai lurus hidrokarbon saja, tetapi juga terdapat suatu cabang atau bahkan struktur lingkar dalam rangkaian hidrokarbonnya, seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 5. Struktur kerangka Beberapa Parafin ( Othmer, 1997 )
Secara molekular reaksi hidrorengkah katalitik parafin dibagi menjadi dua yaitu: mekanisme pembentukan ion karbonium dan mekanisme pembentukan ion karbenium (Haag dan Dessau, 1984; Pines; 1981 dalam Macedonia, 2000) Mekanisme pertama adalah monomolekuler atau hidrorengkah protolitik yang meliputi protonasi langsung parafin oleh situs asam Bronsted untuk membentuk ion karbenium dapat ditunjukkan dalam [ persamaan (5) ]
Ion karbonium ini dapat membentuk molekul hidrogen dan ion karbenium atau parafin dan ion karbenium yang lebih kecil [ persamaan (6) dan (7) ]
Mekanisme (6 dan 7) diketahui sebagai mekanisme bimolekuler yang terjadi melalui pembentukan ion karbenium (pine, 1981; Haag et al, 1991 dalam Macedonia, 2000).
Tahap reaksi dimulai dengan protonasi olefin atau aromatik pada situs asam Bronsted (Weitkamp, 1999), juga melalui transfer hidrida dari parafin atau alkyl aromatik pada situs asam Lewis [persamaan (8) dan (9)](Satterfield,1980) dan melalui transfer hidrida dari reaktan ke ion karbenium yang sudah terbentuk [persamaan(10)]
Ion karbonium yang sudah terbentuk dapat mengalami pemutusan rantai pada posisi b (pemutusan ikatan C-C pada lokasi b ) untuk membentuk olefin dan ion karbenium baru [persamaan (12) ] ( Weitkamp, 1999)
Penentuan senyawa hidrokarbon yang memiliki jumlah atom karbon 5-12 dapat dilakukan menggunakan metode spiking. Metode Spiking merupakan metode untuk mengetahui kandungan suatu senyawa yang ada dalam cuplikan dengan menambahkan senyawa standar. Nurcahyo (2005) menentukan senyawa C5-C7 dan C12 dalam cairan hasil hidrorengkah sampel sampah plastik polipropilene dengan metode spiking menggunakan senyawa standar N-Pentana, N-Heksana, N-Heptana dan Dodekana dengan waktu retensi untuk C5-C7 dan C12 dengan menggunakan alat Kromatografi Gas dengan kondisi operasi sebagai berikut: temperatur kolom 40-280o C, kenaikan temperatur 10oC/menit, kecepatan gas alir 40 mL/menit. Senyawa C5-C7 dan C12 yang terdapat dalam Cairan Hasil Hidrorengkah Polipropilene disajikan pada Tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4. Senyawa C5-C7 dan C12 dalam CHH Polipropilene
Senyawa Waktu Retensi
C5 3,385
C6 3,983
C7 5,156
PEMBAHASAN
Preparasi Zeolit Alam Aktif (ZAAH) :
Zeolit alam (ZA) bentuk bongkahan ditumbuk/dipecah hingga menjadi bentuk serbuk halus. Selanjutnya ZA direndam dalam aquades selama 24 jam pada suhu kamar, disaring, dan dikeringkan pada temperatur 100 oC. ZA yang mengalami pengeringan diaktivasi melalui proses hirotermal pada suhu 500 oC selama 6 jam. ZA yang sudah menjalani proses hidrotermal dapat
dinamakan zeolit alam aktif (ZAAH).
Impregnasi logam Mo dan Ni :
Sebanyak 1,379 g ammonium heptamolibdad tetrahidrat dilarutkan dalam 200 mL air bebas ion pada labu alas bulat, ditambah 150 g ZAAH kemudian direfluks sambil diaduk dengan pengaduk magnet selama 5 jam pada temperatur 90 oC, kemudian dikeringkan dan diperoleh katalis Mo/Zeolit Alam Aktif ( Mo/ZAAH). Kemudian dengan cara yang sama sebanyak 3,695 g Nikel Nitrat, dilarutkan dalam 200 mL air bebas ion pada labu alas bulat, ditambah padatan katalis Mo/ZAAH yang dipreparasi sebelumnya. Kemudian direfluks sambil diaduk dengan pengaduk magnet selama 5 jam pada temperatur 90 oC, kemudian dikeringkan dan diperoleh katalis Ni-Mo//ZAAH. Padatan Ni-Mo/ZAAH kemudian dikalsinasi dengan menggunakan reaktor kalsinasi dan dialiri gas nitrogen dengan laju alir gas 20 mL/menit. Selanjutnya direduksi dan dialirkan gas hidrogen dengan laju alir gas 20 mL/menit.
Karakterisasi
1. Parafin Umpan
a. Fisik
Karakter fisik parafin yang diamati meliputi bentuk, warna, kelarutan, titik didih dan titik lebur. Data mengenai sifat fisik parafin tersebut ditunjukan oleh Tabel 5.
Tabel 5. Karakter fisik parafin
Karakter Keterangan
Wujud Cair
Kelarutan Tidak larut dalam air, larut dalam pelarut ether
Warna Putih kekuningan
b. Kimia
Karakter kimia parafin yang diamati meliputi komposisi senyawa, gugus fungsi dan jenis senyawa. Data spektra IR dari gugus-gugus fungsi yang ada pada parafin umpan disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Spektra FTIR Parafin Umpan
Data dengan Spektroskopi Massa untuk mengetahui jenis senyawa yang terdapat didalam parafin umpan disajikan pada Tabel 7
2. Karakteristik Parafin Produk
Karakter fisik dan kimia senyawa hasil uji hidrorengkah menggunakan katalis Zeolit, Ni/Zeolit, Mo/Zeolit dan NiMo/Zeolit disajikan data berikut ini :
a. Fisik
Senyawa hasil uji termal terdiri dari Cairan Hasil Hidrorengkah (CHH), gas tanpa pembentukan kokas. Fraksi Berat Hasil uji dengan Beberapa Katalis disajikan pada Tabel 8 di bawah ini. Berat gas diperoleh berdasarkan hasil perhitungan bukan hasil pengamatan.
b. Kimia
Komposisi senyawa Cairan Hasil Hidrorengkah (CHH) parafin juga menunjukkan adanya senyawa–senyawa karbon seperti senyawa C5-C12 yang didukung oleh data spiking dengan menggunakan senyawa polipropilene sebagai pembanding. Senyawa C5-C12 yang terkandung di dalam CHH (Cairan Hasil Hidrorengkah) dapat dilihat pada Tabel 11 di bawah ini.
Data spektra IR dari gugus-gugus fungsi yang ada CHH dapat dilihat pada Gambar 8.
1. Karakterisasi Parafin Umpan
Karakterisasi umpan dimaksudkan untuk mengetahui karakter fisik dan kimia guna memperoleh bukti dan memperinci komponen dalam parafin umpan.
a. Fisik
Parafin umpan yang memiliki karakter fisik yaitu berwujud cair yang mengindikasikan bahwa senyawa tersebut memiliki rantai karbon panjang. Hal ini sesuai dengan Othmer (1997) yang menyatakan bahwa parafin umpan merupakan senyawa yang berbentuk cair memiliki jumlah atom karbon 20-36. Parafin adalah salah satu senyawa organik memiliki rantai hidrokarbon panjang dengan rumus molekul Parafin CnH2n+2. Parafin umpan memiliki berwarna bening yang mengindikasikan bahwa umpan yang digunakan mengandung senyawa hidrokarbon (alkana) sedangkan senyawa pengotor seperti sulfur, alkena, nitro aromatik, ether dan amin yang terdapat pada parafin umpan relatif sedikit sehingga tidak mempengaruhi warna. Parafin umpan mudah larut dalam pelarut ether sehingga gaya tarik antar molekul lemah. Kelarutan ini disebabkan oleh gaya tarik Van der Walls antara pelarut dan zat terlarut, semakin besar gaya tarik Van Der Walls antara pelarut dan zat terlarut maka kelarutan semakin baik. Berdasarkan tinjauan data fisik yang meliputi wujud, warna, dan kelarutan sudah mengindikasikan bahwa senyawa umpan yang digunakan benar paraffin tetapi belum mengindikasikan jenis parafin, untuk itu perlu dilakukan uji lebih lanjut untuk mengetahui secara mendetail karakter kimia yang ada pada Parafin umpan tersebut.
b. Kimia
Karakter fisik diperoleh mengindikasikan bahwa parafin umpan adalah benar parafin. Karakterisasi secara kimia dilakukan untuk mengetahui detail parafin umpan yang meliputi komposisi senyawa, gugus fungsi dan jenis senyawa. Analisis Spektra Inframerah untuk mengetahui gugus fungsional pada parafin umpan diperlihatkan pada Tabel 2 menunjukkan jenis-jenis gugus fungsional yang terdapat dalam parafin.
Berdasarkan Gambar diatas terdapat beberapa serapan seperti C-H (alkana), S-H (Sulfur), -NH2, C-C (aril), -C-NO2 (Nitro aromatik), -C-O, RC=CH2 , -(CH2)n (senyawa lain). Serapan yang tajam pada kisaran bilangan gelombang 2923,9 dan 2854,5 cm-1, ialah gugus C-H pada alkana rantai lurus. Puncak serapan pada kisaran 2727,2 dan 2673,2 cm-1 menunjukkan adanya gugus S-H. Puncak serapan pada ~ 2410,9 cm-1 menunjukkan adanya serapan nitrogen (NH2). Puncak serapan pada kisaran 1461,9 cm-1 menunjukkan adanya gugus C-C. Puncak serapan pada 891,1 dan 848,6 cm-1 menunjukkan adanya serapan C=C (alkena). Puncak serapan pada ~ 722 cm-1 menunjukkan adanya gugus -(CH2)n. Hal ini mengindikasikan bahwa parafin umpan memiliki beberapa komponen senyawa penyusun alkane dengan beberapa senyawa pengotor yang memiliki gugus sulfur, amin, nitro aromatik, ether, dan alkena. Berdasarkan data spektroskopi FTIR menunjukkan bahwa parafin umpan memiliki rantai lurus dan masih terdapat senyawa pengotor. Parafin umpan yang telah dianalisis dengan spektroskopi Inframerah kemudian dianalisis dengan Kromatografi Gas untuk mengetahui komponen penyusunnya ditunjukkan pada Gambar 9. Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 5.
Berdasarkan kromatogram di atas meskipun kromatogram kurang dapat ditunjukkan dengan baik, pada range 22,070 menit sampai 25,683 menunjukkan adanya 8 senyawa dengan waktu retensi yang berbeda dalam parafin. Posisi puncak pada sumbu waktu (menit) dapat digunakan untuk mengidentifikasi komponen parafin sedang luas puncak merupakan ukuran kuantitatif tiap komponen. Jumlah puncak yang terdapat pada kromatogram menunjukkan jumlah komponen yang terdapat dalam parafin. Waktu retensi yang ditunjukkan merupakan petunjuk kualitatif. Jenis senyawa yang ada dalam parafin umpan dapat diketahui secara terperinci dengan analisis Spektroskopi Massa hanya pada 5 puncak senyawa yaitu pada waktu retensi 21,592; 23,808; 24,658; 25,475; dan 26,258 menit. Analisis Spektroskopi Massa pada waktu retensi di atas adalah untuk mengetahui jenis senyawa dalam parafin, semua waktu retensi di atas menunjukkan puncak yang lebih tinggi dibandingkan puncak lain yang tidak dianalisis dengan alat tersebut. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 3 dan spektra lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 16-20. Berdasarkan tabel 3 terlihat bahwa parafin yang digunakan memiliki rantai karbon dengan jumlah 25 dan 28 dengan perincian sebagai berikut pada waktu retensi 21,592 menit dan 23,808 menit menunjukkan senyawa pentakosane yang memiliki jumlah atom karbon 25, waktu retensi 24,658 menit menunjukkan senyawa dokosane yang memiliki jumlah atom karbon 28 serta waktu retensi 25,475 menit menunjukkan senyawa cyklopentane yang memiliki jumlah atom karbon 25. Waktu retensi 26,258 menit tidak menunjukkan adanya senyawa parafin. Hal ini disebabkan berdasarkan data spektra inframerah tidak ada gugus yang memenuhi. Spektra pada gambar 9 masih belum menunjukkan data yang baik. Hal ini disebabkan pada puncak –puncak yang dianalisis belum terpisah dengan baik, meskipun telah dilakukan perubahan laju alir gas juga dimungkinkan karena sampel yang digunakan masih dalam bentuk campuran parafin yang masih terdapat gugus senyawa pengotor sulfur, amin, nitro aromatik, ether, dan alkena.
Data Spektroskopi Inframerah, Kromatografi Gas dan Spektroskopi Massa menunjukkan bahwa parafin umpan memenuhi komposisi senyawa alkana, alkohol, acetamida, dan senyawa asam yang menunjukkan bahwa parafin yang digunakan adalah parafin campuran yang masih mengandung pengotor dan Parafin umpan ini tidak hanya memiliki rantai hidrokarbon lurus tetapi juga rantai karbon cabang.
2. Karakterisasi Parafin Produk
Uji aktivitas katalis dilakukan dengan pada proses hidrorengkah paraffin dilakukan dengan reaktor sistem alir. Pada uji ini katalis dan reaktan diletakkan pada reaktor yang berbeda. Parafin (umpan) kemudian dialirkan ke katalis dengan bantuan gas H2 yang inert. Hasil berupa gas dilewatkan pada sistem pendingin dan ditampung, kemudian Cairan Hasil Hidrorengkah (CHH) dianalisis dengan menggunakan Kromatografi Gas.
Analisis fisika uji aktivitas pada katalis terhadap proses hidrorengkah parafin didasarkan pada data kualitatif dan kuatitatif produk yang dihasilkan pada proses tersebut. Aktivitas katalis secara langsung ditunjukkan oleh jumlah produk yang terbentuk, serta distribusi produk dalam bentuk Cairan Hasil Hidrorengkah (CHH), kokas dan gas.
a. Fisik
Karakter fisik yang diperoleh pada uji termal dan katalitik bervariasi.
1). Hidrorengkah Parafin Tanpa Katalis (Hidrorengkah termal)
Cairan Hasil Hidrorengkah (CHH) yang diperoleh dari hidrorengkah termal mengalami perubahan berat CHH dari berat cairan umpan mula-mula yaitu 7,500 gram menjadi 3,244 gram serta terdapat residu dengan jumlah yang relatif kecil sebesar 0,457 gram berwarna putih kekuningan berbeda dengan umpan yang berwarna bening. Disamping terdapat perubahan warna dari berwarna bening menjadi berwarna putih kekuningan juga memiliki kelarutan yang sama dengan kelarutan parafin umpan. Hal ini mengindikasikan bahwa hidrorengkah menghasilkan senyawa baru yang berbeda dengan umpannya dengan karbon yang lebih pendek. Berdasarkan perhitungan diperoleh konversi CHH, dan konversi total masing-masing sebesar 5,226 %, dan 55,867 %
2). Hidrorengkah Parafin dengan Zeolit
CHH yang diperoleh dari hidrorengkah dengan zeolit terjadi perubahan berat Cairan Hasil Hidrorengkah (CHH) dari berat cairan umpan mula-mula yaitu 7,500 gram menjadi 2,140 gram serta terdapat residu dengan jumlah yang relatif kecil sebesar 0,876 gram dan memiliki warna relatif sama yaitu putih kekuningan berbeda dengan umpan yang berwarna bening. Disamping terdapat perubahan warna juga memiliki kelarutan yang sama dengan parafin umpan. Hal ini mengindikasikan bahwa hidrorengkah menghasilkan senyawa parafin baru dengan rantai yang lebih pendek. Pada hidrorengkah ini menghasilkan CHH yang relatif sedikit dibandingkan CHH dengan menggunakan termal. Hal ini dimungkinkan karena pada katalis zeolit dihasilkan produk kokas dan gas yang lebih banyak sehingga produk cair lebih sedikit. Berdasarkan perhitungan diperoleh konversi CHH, konversi kokas, dan konversi total masing-masing sebesar 2,800 %, 1,333
% dan 62,587 %
a. Hidrorengkah Parafin dengan Katalis Monometal
CHH yang diperoleh dari hidrorengkah dengan katalis monometal Ni/Zeolit dan Mo/Zeolit terjadi perubahan berat Cairan Hasil Hidrorengkah (CHH) dari berat cairan umpan mula-mula yaitu 7,500 gram menjadi 5,831 gram untuk CHH dengan katalis Ni/Zeolit dan 3,680 gram untuk CHH dengan katalis Mo/Zeolit serta terdapat residu dengan jumlah yang relatif kecil sebesar 0,610 gram untuk katalis Mo/Zeolit sedangkan untuk katalis Ni/Zeolit tidak terdapat residu dan memiliki warna relatif sama dengan katalis termal yaitu putih kekuningan berbeda dengan umpan yang berwarna bening. Disamping terdapat perubahan warna juga memiliki kelarutan yang relatif sama dengan parafin umpan yaitu larut dalam ether. Hal ini mengindikasikan bahwa hidrorengkah menghasilkan senyawa parafin baru yang berbeda dengan umpannya.
b. Hidrorengkah Parafin dengan Katalis Bimetal
CHH yang diperoleh dari hidrorengkah dengan katalis bimetal NiMo/Zeolit terjadi perubahan berat Cairan Hasil Hidrorengkah (CHH) dari berat cairan umpan mula-mula yaitu 7,500 gram menjadi 2,474 gram serta terdapat residu dengan jumlah yang relatif kecil sebesar 0,673 gram memiliki warna relatif sama dengan katalis termal, zeolit, katalis Ni/Zeolit dan Katalis Mo/Zeolit yaitu putih kekuningan berbeda dengan umpan yang berwarna bening. Disamping terdapat perubahan warna juga memiliki kelarutan yang sama dengan kelarutan parafin umpan. Hal ini mengindikasikan bahwa hidrorengkah menghasilkan senyawa parafin baru yang berbeda dengan umpannya. Pada hidrorengkah ini menghasilkan CHH yang relatif sedikit dibandingkan CHH dengan menggunakan Katalis Ni/Zeolit dan Mo/Zeolit. Hal ini dimungkinkan karena pada katalis NiMo/Zeolit dihasilkan produk kokas dan gas yang lebih banyak sehingga produk cair lebih sedikit, juga disebabkan oleh keasaman total yang relatif kecil.
c. Perbandingan Konversi CHH, Konversi Kokas, dan Konversi
Total Katalis monometal dan Bimetal. Fatimah (2001) menyatakan bahwa secara teoritis pembentukan produk dalam bentuk CHH, kokas dan gas dipengaruhi oleh karakter katalis. Hal ini karena karakter katalis akan menentukan mekanisme pembentukan produk. Produk dalam CHH terjadi melalui mekanisme pembentukan karbonium dan karbenium. Mekanisme pembentukan karbonium dan karbenium di dalam katalis berkompetisi dengan mekanisme radikal yang disebabkan oleh pengaruh termal. Mekanisme karbonium yang dominan akan menghasilkan selektivitas produk utama besar sebaliknya apabila mekanisme radikal lebih dominan hasil serupa senyawa dengan jumlah C yang kecil akan lebih banyak dan memungkinkan gas terbentuk dalam jumlah lebih banyak. Data perhitungan Konversi CHH, konversi Gas dan Konversi Kokas dapat dilihat pada Tabel 13.
Data pada tabel 13 di atas kemudian dikonversikan dalam bentuk grafik untuk mempermudah pengamatan serta mendukung karakter fisik wujud dan warna dari CHH pada katalis termal, zeolit, Ni/Zeolit, Mo/Zeolit dan NiMo/Zeolit maka dibuat tabel perbandingan CHH beberapa katalis. Tabel ini menunjukkan banyaknya umpan yang terkonversi menjadi produk CHH. katalis yang menghasilkan gas yang lebih banyak dan produk CHH dan kokas lebih rendah mengindikasikan bahwa mekanisme radikal lebih dominan dibandingkan karbonium dan karbenium. Mekanisme radikal yang disebabkan pengaruh termal lebih berperan sehingga dihasilkan senyawa dengan jumlah C yang kecil lebih banyak dan memungkinkan gas terbentuk dalam jumlah yang lebih banyak Pengaruh jenis katalis terhadap terbentuknya CHH dari hidrorengkah paraffin ditunjukkan oleh Grafik pada Gambar 10
Berdasarkan Grafik dalam Gambar 10 menunjukkan bahwa konversi CHH menggunakan katalis Ni/Zeolit, Mo/Zeolit dan NiMo/Zeolit. Katalis Ni/Zeolit menghasilkan konversi CHH yang relatif lebih besar yaitu 14,040 % dibandingkan katalis Mo/Zeolit yang hanya sebesar 2,885 %. Produk CHH yang lebih banyak menunjukkan bahwa proses hidrorengkah cenderung menghasilkan produk cairan daripada kokas dan gas. Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme karbonium dan karbenium lebih berperan daripada mekanisme radikal yang cenderung menghasilkan gas dan kokas. Hal didukung ini oleh karakter katalis Ni/Zeolit memiliki keasaman total yang tinggi yang berarti bahwa situs asam aktif semakin banyak, sehingga proses hidrorengkah parafin akan semakin mudah berlangsung. Katalis NiMo/Zeolit memiliki konversi CHH sebesar 3,984 % lebih besar dibandingkan konversi CHH menggunakan katalis Mo/Zeolit tetapi masih lebih kecil dibandingkan konversi CHH menggunakan katalis NiMo/Zeolit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses hidrorengkah katalitik dan termal, selain menghasilkan CHH juga menghasilkan kokas dan gas dalam jumlah yang bervariasi tergantung pada jenis katalis. Kokas dihasilkan pada proses hidrorengkah berwarna putih kecoklatan.
Gambar 11. Konversi Kokas Beberapa Katalis
Berdasarkan Grafik pada Gambar 11 di atas menunjukkan bahwa aktivitas katalis Ni/Zeolit, Mo/Zeolit dan NiMo/Zeolit juga ditentukan pula oleh pembentukan kokas. Suatu katalis akan memiliki aktivitas yang tinggi tidak hanya apabila banyak dihasilkan produk dalam bentuk CHH, akan tetapi juga apabila kokas yang terbentuk dalam jumlah sedikit. Data hasil penelitian menunjukkan juga adanya konversi kokas yang relatif konstan untuk semua jenis katalis. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa aktivitas katalis cukup baik untuk semua jenis katalis. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kokas yang terbentuk relatif sedikit dan konversi kokasnya relatif konstan untuk semua jenis katalis. Pengaruh jenis katalis terhadap konversi total dalam hidrorengkah parafin disajikan dengan grafik pada gambar 12.
Gambar 12. Konversi Total Beberapa Jenis Katalis
Berdasarkan grafik dalam gambar 12 menunjukkan bahwa konversi total hidrorengkah menggunakan katalis NiMo/zeolit lebih besar dibandingkan proses hidrorengkah parafin menggunakan katalis lain, dalam hal ini terlihat bahwa pengembanan logam berperan dalam meningkatkan Konversi total katalis. Hal ini disebabkan katalis NiMo/Zeolit juga memiliki aktivitas katalis yang paling besar dibandingkan katalis Ni/Zeolit, Mo/Zeolit sehingga reaksi hidrorengkah berjalan maksimal.
b. Kimia
Karakterisasi kimia dilakukan dengan analisis produk Cairan Hasil Hidrorengkah yang diperoleh dari proses hidrorengkah dengan menggunakan katalis zeolit, Ni/Zeolit, Mo/Zeolit dan NiMo/Zeolit dengan data hasil uji menggunakan katalis Zeolit sebagai pembanding. Analisis dilakukan dengan cara membandingkan kromatogram parafin umpan dengan kromatogram cairan hasil hidrorengkah katalitik. Katalis dengan waktu retensi yang lebih pendek memiliki aktivitas katalis yang lebih baik.
1). Hidrorengkah Parafin Tanpa Katalis (Hidrorengkah termal)
Hidrorengkah parafin umpan tanpa mengunakan katalis dilakukan untuk mengetahui faktor adanya gas H2 dan temperatur reaktor katalis terhadap proses hidrorengkah. Temperatur yang digunakan pada reaktor katalis adalah 400 °C. Temperatur ini telah digunakan dalam penelitian Nasutioan et al (1999) yang menjelaskan bahwa secara hukum termodinamika proses hidrorengkah (hidrocraking) sangat baik dilakukan sekitar 400-420 °C karena pada temperatur tersebut aktivitas katalis logam adalah paling besar. Adanya proses hidrorengkah atau pemutusan menjadi senyawa yang lebih kecil dari parafin terhadap konversi total dan aktivitas katalis dilakukan dengan cara membandingkan kromatogram parafin awal dengan kromatogram cairan hasil hidrorengkah termal. Hasil reaksi hidrorengkah ditandai dengan adanya pengurangan atau penambahan senyawa dengan waktu retensi kecil. Adanya senyawa produk dapat diketahui dengan melakukan penentuan komposisi senyawa dalam CHP menggunakan Gas kromatografi (Gas Chromatography = GC). Adanya senyawa produk hidrorengkah diketahui dengan munculnya puncak kromatogram baru yang memiliki masa relatif yang lebih rendah daripada umpan yang diberikan yaitu Parafin.
Adanya senyawa rantai karbon pendek dalam CHH dapat diketahui dengan menggunakan metode spiking dengan senyawa pembanding polipropilene. Senyawa rantai karbon pendek yang dapat diketahui dengan metode ini antara lain : Senyawa C5-C12. Senyawa C5-C12 dalam CHH (Cairan Hasil Hidrorengkah) disajikan pada Tabel 11. Berdasarkan Tabel 11 menunjukkan bahwa senyawa C5 dan C10 tidak terdapat pada CHH sedangkan senyawa C6 – C9 dan C11-C12 terdapat di dalam CHH. Hal ini disebabkan produk gas yang dihasilkan lebih banyak dan produk CHH dan kokas lebih rendah yang menunjukkan bahwa mekanisme radikal lebih dominan dibandingkan karbonium dan karbenium. Mekanisme radikal yang disebabkan pengaruh termal yang lebih dominan menghasilkan senyawa dengan jumlah C yang kecil lebih banyak dan memungkinkan gas terbentuk dalam jumlah yang lebih banyak. Profil perbandingan kromatogram parafin dan kromatogram cairan hasil hidrorengkah tanpa katalis seperti terlihat pada Gambar.
Berdasarkan Gambar 13, cairan hasil hidrorengkah tanpa katalis menunjukkan adanya perubahan waktu retensi kromatogram hasil hidrorengkah dengan kromatogram awal. Hal ini ditandai dengan bertambahnya senyawa yang mempunyai waktu retensi pada range 3,077 menit sampai 19,087 menit. Grafik pada gambar 13, juga menunjukkan bahwa pada waktu retensi 22,07 menit sampai 25,683 menit mengalami penambahan luas distribusi senyawa dengan penambahan senyawa di waktu retensi rendah. Hasil ini menunjukkan bahwa hidrorengkah dengan hanya menggunakan temperatur (hidrorengkah termal) dan gas H2 dapat dilakukan tetapi hasil hidrorengkahnya kurang maksimal. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa aktivitas katalis hidrorengkah parafin tanpa menggunakan katalis adalah sebesar 55,867 %. Berdasarkan kromatogram pada gambar 13, pada range 3,077 menit sampai 4,492 menit yang merupakan range fraksi bensin, memiliki selektivitas pembentukan hasil yang rendah yaitu sebesar 5,422 %. Hal ini ditandai adanya distribusi senyawa yang melebar di sebelah kanan kromatogram yang kurang baik dengan sedikit senyawa yang masuk kedalam range fraksi bensin.
2). Hidrorengkah Parafin dengan Zeolit
Proses hidrorengkah parafin dilakukan dengan reaktor sistem alir, dimana katalis dan reaktan diletakkan pada reaktor yang berbeda dan aliran uap umpan ke katalis dengan bantuan gas H2. Hasil berupa gas dilewatkan pada sistem pendingin es–garam dan cairan hasil hidrorengkah dianalisis dengan menggunakan kromatografi gas. Proses hidrorengkah atau pemutusan menjadi senyawa yang lebih kecil dari parafin dan untuk mengetahui pengaruh kandungan Ni dan Mo terhadap konversi total dan aktivitas katalis dilakukan dengan cara membandingkan kromatogram parafin umpan dengan kromatogram cairan hasil hidrorengkah katalitik dengan menggunakan katalis zeolit, Ni/Zeolit, Mo/Zeolit, NiMo/Zeolit dan termal pada temperatur 400oC. Berdasarkan Tabel 11 menunjukkan bahwa pada hidrorengkah menggunakan katalis zeolit menghasilkan senyawa C10 - C12 yang terdapat di dalam CHH tetapi tidak menghasilkan senyawa C5-C9. Hal ini menunjukkan bahwa hidrorengkah menggunakan katalis zeolit cenderung untuk menghasilkan produk C10-C12 dibandingkan senyawa dengan jumlah atom karbon lebih kecil dari 10. Pada proses hidrorengkah ini menunjukkan bahwa mekanisme karbonium dan karbenium lebih dominan sehingga dihasilkan senyawa dengan jumlah C yang lebih banyak.
Bila dilihat kandungan senyawa karbon yang terdapat pada CHH dengan katalis zeolit maka peran temperatur kurang berperan dalam proses hidrorengkah. Hal ini terlihat dengan tidak dihasilkannya senyawa dengan jumlah atom karbon kecil. Profil perbandingan kromatogram parafin, Tanpa katalis dan kromatogram cairan hasil hidrorengkah dengan menggunakan katalis Zeolit terlihat pada Gambar 14 yang dapat dilihat pada lampiran 4 dan 6. Berdasarkan gambar 15 bahwa hasil hidrorengkah dengan katalis zeolit menunjukan terjadinya perubahan waktu retensi yang ditandai dengan bertambahnya senyawa pada range 2,834 menit sampai 18,755 menit. Selain itu terdapat perubahan distribusi senyawa pada range 19,844 menit sampai 24,085 menit dengan penambahan senyawa yang cukup melimpah pada waktu retensi 21,558 menit sampai 24,085 menit yang mengindikasikan telah terjadi proses hidrorengkah menjadi senyawa hidrokarbon yang lebih pendek .
Hasil hidrorengkah dengan katalis zeolit mengalami penambahan jumlah senyawa pada waktu retensi rendah relatif lebih banyak dibandingkan dengan hidrorengkah termal yaitu pada range waktu retensi 2,833 menit sampai 4,352 menit. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan zeolit tanpa modifikasi pengembanan logam dapat berperan dalam proses hidrorengkah, yaitu menghasilkan fraksi-fraksi molekul yang lebih ringan. Katalis zeolit juga memiliki selektivitas pembentukan hasil yang lebih baik pada range 2,834 menit sampai 4,352 menit yaitu sebesar 7,522 % yang merupakan range fraksi bensin. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi dengan katalis zeolit lebih efektif dibandingkan reaksi tanpa katalis untuk menghasilkan produk bensin yang lebih maksimal. Pada hidrorengkah termal tumbukan antar partikel dalam reaksi tidak efektif sedangkan pada hidrorengkah dengan katalis zeolite tumbukan antar partikel dalam reaksi efektif. Hal ini disebabkan katalis zeolite memiliki luas permukaan spesifik dan volume total pori yang tinggi sehingga kontak reaktan pada permukaan katalis lebih optimum dan reaksi hidrorengkah mudah berlangsung. Perbandingan aktivitas katalis zeolit dengan katalis termal dapat dilihat dari waktu retensi terjauh pada masing-masing kromatogram CHHnya, yaitu 24,085 menit untuk katalis zeolit dan 24,075 menit untuk katalis termal. Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas katalis zeolit lebih baik daripada katalis termal karena mampu merengkahkan parafin dengan hasil yang lebih baik (waktu retensi lebih pendek).
Jika dibandingkan masing-masing senyawa kromatogram CHHZeolit dengan senyawa kromatogram CHHTermal, terdapat dua senyawa dengan waktu retensi yang sama yaitu pada waktu retensi 21,043 menit dan 22,278 menit. Berdasarkan kromatogram di atas dapat disimpulkan bahwa senyawa tersebut tidak murni karena pengaruh katalis zeolit tetapi juga terbentuk karena pengaruh termal dan adanya gas H2. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa aktivitas katalis hidrorengkah parafin dengan katalis zeolit adalah sebesar 61,253 %.
3). Hasil hidrorengkah menggunakan katalis Ni/Zeolit
Hidrorengkah menggunakan katalis Ni/Zeolit menghasilkan senyawa C5-C12 yang terdapat di dalam CHH. Hal ini dimungkinkan karena katalis ini memiliki keasaman total yang paling tinggi sehingga proses hidrorengkah untuk menghasilkan produk senyawa C5-C12 lebih efektif. Karakter kimia CHHNi/Zeolit berupa gugus fungsional dianalisis menggunakan Spektroskopi Inframerah. Spektra FTIR CHHNi/Zeolit dapat menunjukkan lebih jauh tentang perubahan gugus yang terjadi setelah dilakukannya hidrorengkah. Hal ini berkaitan dengan sifat dari katalis logam Ni yaitu sebagai katalis hidrorengkah, hidrogenasi, dan hidrodenitrogenasi. Peran sebagai katalis hidrodenitrogenasi dapat dilihat dari hasil spektra inframerah yaitu hilangnya gugus N-H dari dalam CHHNi/Zeolit. Hasil analisis Spektroskopi Inframerah ditunjukkan pada Gambar 15 sedangkan gugus-gugus fungsional senyawanya ditunjukkan pada Tabel 12. Spektra inframerah yang lengkap dapat dilihat pada Lampiran 14 dan 15.
Berdasarkan Gambar diatas terdapat beberapa serapan seperti C-H (alkana), S-H (Sulfur), C-C (aril), -C-NO2 (Nitro aromatik), -C-O, RC=CH2 , -(CH2)n (senyawa lain). Perbandingan spektra serapan inframerah parafin umpan dengan CHHNi/Zeolit, memperlihatkan terjadinya beberapa perubahan. Gugus C-H pada CHHNi/Zeolit tidak mengalami pergeseran serapan yaitu 2923,9 cm-1 dan 2854,5 cm-1. Terjadi perubahan serapan untuk gugus S-H yang semula dua serapan menjadi satu serapan, yaitu dari 2727,2 cm-1 dan 2673,2 cm-1 menjadi 2669,3 cm-1 . Pergeseran juga terjadi pada gugus C-C (aril) yaitu dari serapan 1461,9 cm-1 menjadi 1458,1 cm-1. Gugus RC=CH2 mengalami perubahan dari serapan pada 891,1 cm-1 dan 848,6 cm-1 menjadi serapan yaitu pada 910,3 cm-1 dan 887,2 cm-1. Ada perubahan yang signifikan dari hasil hidrorengkah dengan katalis Ni/Zeolit, yaitu hilangnya gugus N-H (2410,9 cm-1). Hal ini sesuai dengan teori bahwa salah satu fungsi katalis Ni/Zeolit adalah sebagai katalis hidrodenitrogenasi. Selain hilangnya ikatan N-H, sebagian puncak spektra lainnya juga mengalami pergeseran serapan, yang berarti bahwa telah terjadi perubahan kekuatan ikatan yang terdapat dalam sampel CHHNi/Zeolit. Berdasarkan spectra FTIR diatas dapat diketahui bahwa pada spektra CHHNi/Zeolit bila diaplikasikan pada katalis zeolit, Mo/Zeolit dan NiMo/Zeolit dihasilkan perubahan intensitas yang relatif sama yaitu intensitas menjadi lebih pendek.
Hasil hidrorengkah menggunakan katalis Ni/Zeolit mengalami penambahan senyawa pada range 2,916 menit sampai 19,194 menit. Selain itu terdapat perubahan distribusi senyawa pada range 20,278 menit sampai 24,867 menit dengan adanya penambahan senyawa di waktu retensi yang rendah. Hasil ini menunjukkan bahwa katalis Ni/ZAA mampu berperan dalam proses hidrorengkah parafin. Hasil hidrorengkah dengan katalis Ni/Zeolit dibandingkan katalis zeolite dan hidrorengkah termal mengalami penambahan sejumlah senyawa pada range 2,916 menit sampai 7,433 menit sedangkan distribusi senyawa katalis Ni/Zeolit mirip dengan distribusi senyawa pada hidrorengkah termal tetapi memiliki luas distribusi senyawa pada range 20,278 menit sampai 24,867 menit yang lebih kecil dari distrubusi senyawa hidrorengkah menggunakan katalis Zeolit. Disamping itu katalis Ni/Zeolit juga memiliki selektivitas pembentukan hasil pada range yang merupakan range fraksi bensin yaitu 2,916 menit sampai 4,816 menit yang paling baik dibandingkan dengan reaksi dengan katalis yang lain, ditandai dengan distribusi senyawa yang merata pada waktu retensi tersebut paling baik dengan banyak senyawa yang masuk ke dalam range fraksi bensin.
Hal ini dimungkinkan karena Katalis Ni/Zeolit memiliki keasaman total yang relatif tinggi sehingga gugus asam terutama asam Lewis akan semakin banyak dalam katalis yang mengakibatkan semakin banyak H+ yang akan diterima oleh rantai hidrokarbon untuk membentuk ion karbonium. Disamping keasamannya yang tinggi katalis Ni/Zeolit juga mengandung logam yang banyak sehingga aktivitas katalisnya meningkat dan proses hidrorengkah dapat berlangsung secara efektif.
Efektivitas katalis Ni/Zeolit menunjukkan hasil yang terbaik dengan persen range fraksi bensin sebesar 11,153 %. Dengan demikian berdasarkan selektivitas fraksi bensin diketahui bahwa katalis dengan kandungan logam Ni dan Mo paling tinggi (1,198 %) memberikan hasil hidrorengkah yang paling baik pada proses hidrorengkah parafin pada temperatur 400oC. Profil perbandingan kromatogram parafin, termal, katalis Zeolit dan kromatogram cairan hasil hidrorengkah dengan menggunakan katalis Ni/Zeolit terlihat pada gambar 16 dan dapat dilihat pada lampiran 5 sampai 8. Kromatogram ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada daerah produk hidrorengkah menggunakan katalis zeolit, termal dan Ni/Zeolit bila dibandingkan parafin umpan.
Perbandingan aktivitas katalis Ni/Zeolit dengan katalis Zeolit dapat dilihat dari waktu retensi terjauh pada masing-masing kromatogram CHHnya, yaitu 24,867 menit untuk katalis Ni/Zeolit dan 24,085 menit untuk katalis termal. Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas katalis Zeolit lebih baik daripada katalis Ni/Zeolit karena mampu merengkahkan parafin dengan hasil yang lebih baik (waktu retensi lebih pendek). Hal ini didukung oleh data karakter katalis Zeolit dimana harga luas permukaan spesifik lebih tinggi daripada katalis Ni/Zeolit sehingga kontak reaktan dengan katalis lebih maksimal.
Jika dibandingkan masing-masing senyawa kromatogram CHHZeolit dengan senyawa kromatogram CHHTermal, tidak terdapat senyawa dengan waktu retensi yang sama. Berdasarkan kromatogram diatas dapat disimpulkan bahwa senyawa tersebut terbentuk tanpa pengaruh temperatur , gas H2 dan Zeolit tetapi murni karena pengaruh dari katalis Ni. Hasil perhitungan aktivitas katalis Ni/Zeolit adalah sebesar 35,493 %
4). Hasil hidrorengkah menggunakan katalis Mo/Zeolit
Data spiking mengindikasikan perbedaan produk senyawa C5-C12 pada hidrorengkah dengan katalis Mo/Zeolit bila dibandingkan dengan hidrorengkah menggunakan katalis Ni/Zeolit ternyata produk senyawa C5, C10, dan C11 tidak terdapat pada CHH. Hal ini disebabkan katalis Mo/Zeolit memiliki keasaman total yang rendah sehingga cenderung selektif untuk menghasilkan produk C6-C9 dan C12 dibandingkan produk C5, C10, dan C11.
Hasil hidrorengkah parafin umpan dengan menggunakan katalis Mo/Zeolit menunjukkan adanya penurunan aktivitas katalis bila dibandingkan dengan katalis Ni/Zeolit meskipun mengalami penambahan senyawa yang ditunjukkan adanya perubahan pada range 2,951 menit sampai 19,192 menit dibanding dengan paraffin awal. Disamping itu juga terdapat penambahan distribusi senyawa pada range 20,192 menit sampai 24,767 menit dengan adanya penambahan senyawa pada waktu retensi yang rendah. Hasil ini menunjukkan bahwa katalis Mo/Zeolit mampu berperan dalam proses hidrorengkah parafin.
Penurunan jumlah senyawa, pada range 2,951 menit sampai 19,192 menit dibandingkan dengan reaksi menggunakan katalis yang lain disebabkan turunnya keasaman dari katalis. Penurunan keasaman katalis mengakibatkan menurunnya situs aktif katalis yang berpengaruh pada menurunnya aktivitas katalis sehingga proses hidrorengkah kurang efektif. Namun, dibandingkan dengan hasil hidrorengkah dengan katalis Zeolit jumlah senyawa pada katalis Mo/Zeolit lebih banyak meskipun keasamannya lebih rendah. Hal ini belum bisa dijelaskan dalam penelitian ini. Hidrorengkah dengan katalis ini juga menghasilkan selektivitas pembentukan hasil yang paling rendah pada range fraksi bensin yaitu 2,951 menit
sampai 4,861 menit yaitu sebesar 4,051 % dibandingkan katalis yang lain. Hal ini dimungkinkan karena katalis Mo/Zeolit memiliki keasaman yang rendah. Profil perbandingan kromatogram parafin umpan, termal, katalis Zeolit dan kromatogram cairan hasil hidrorengkah dengan menggunakan katalis Mo/Zeolit terlihat pada Gambar 17 yang dapat dilihat pada Lampiran 5, 6,7 dan 9.
Perbandingan aktivitas katalis Mo/Zeolit dengan katalis zeolit dapat dilihat dari waktu retensi terjauh pada masing-masing kromatogram CHHnya, yaitu 24,767 menit untuk katalis Mo/Zeolit dan 24,085 menit untuk katalis termal. Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas katalis zeolit lebih baik daripada katalis Mo/Zeolit karena mampu merengkahkan parafin dengan hasil yang lebih baik (waktu retensi lebih pendek). Hal ini didukung oleh data karakter katalis zeolit dimana harga luas permukaan spesifik lebih tinggi daripada katalis Mo/Zeolit. Senyawa kromatogram CHHMo/Zeolit dengan senyawa kromatogram CHHTermal, terdapat 3 senyawa dengan waktu retensi yang sama yaitu 4,176 menit; 4,494 menit dan 12,095 menit. Berdasarkan kromatogram di atas dapat disimpulkan bahwa senyawa tersebut terbentuk karena pengaruh temperatur dan adanya gas H2 sedangkan zeolit kurang berpengaruh pada katalis ini. Hasil perhitungan aktivitas katalis Mo/Zeolit dalam hidrorengkah parafin adalah sebesar 43,787 %.
5). Hasil hidrorengkah menggunakan katalis Ni-Mo/Zeolit
Berdasarkan data hasil spiking Tabel 11 menunjukkan bahwa pada hidrorengkah menggunakan katalis NiMo/Zeolit menghasilkan senyawa C5, C7- C12 yang terdapat di dalam CHH dan tidak menghasilkan senyawa C6. Proses hidrorengkah menggunakan katalis NiMo/Zeolit bila dibandingkan dengan hidrorengkah menggunakan katalis Ni/Zeolit dan Mo/Zeolit menunjukkan pembentukan senyawa hidrokarbon yang lebih banyak tetapi lebih rendah bila dibandingkan dengan katalis Ni/Zeolit. Hal ini disebabkan katalis NiMo/Zeolit
memiliki luas permukaan spesifik yang paling kecil sehingga katalis ini cenderung kurang selektif dengan senyawa C6 dibandingkan senyawa lain. Hasil hidrorengkah dengan katalis Ni-Mo/Zeolit ditunjukkan pada daerah 2,196 menit sampai 19,194 menit. Hasil hidrorengkah dengan katalis Ni- Mo/Zeolit juga menunjukkan adanya peningkatan aktivitas katalis dibandingkan katalis Ni/Zeolit dan Mo/Zeolit dimana jumlah senyawa pada range 2,897 menit sampai 18,883 menit lebih banyak dibandingkan hasil hidrorengkah dengan menggunakan katalis Ni/Zeolit dan Mo/Zeolit.selektivitas pembentukan hasil pada range fraksi bensin yaitu 2,897 menit sampai 4,433 menit menunjukkan selektivitas yang lebih besar yaitu sebesar 6,310 % dibandingkan dengan hidrorengkah menggunakan katalis Mo/Zeolit yang hanya sebesar 4,051 %. Namun selektivitasnya lebih rendah bila dibandingkan dengan hidrorengkah dengan katalis Ni/Zeolit dan katalis zeolit yaitu sebesar 11,153 % dan 7,522 %. Hal ini mungkin disebabkan karena katalis Ni-Mo/Zeolit memiliki keasaman total yang paling rendah sehingga aktivitas katalisnya menurun. Profil perbandingan kromatogram parafin dan kromatogram cairan hasil hidrorengkah dengan menggunakan katalis Ni-Mo/Zeolit terlihat pada Gambar 18
Perbandingan aktivitas katalis Ni/Zeolit dengan katalis Ni-Mo/Zeolit dapat dilihat dari waktu retensi terjauh pada masing-masing kromatogram CHHnya, yaitu 24,867 menit untuk katalis Ni/Zeolit dan 24,099 menit untuk katalis Ni-Mo/Zeolit. Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas katalis Ni- Mo/Zeolit lebih baik daripada katalis Ni/Zeolit karena mampu merengkahkan parafin dengan hasil yang lebih baik (waktu retensi lebih pendek). Hal ini didukung oleh data karakter katalis Ni-Mo/Zeolit dimana harga luas permukaan spesifik lebih tinggi daripada katalis Ni/Zeolit sehingga kontak reaktan dengan katalis lebih maksimal. Bila dibandingkan aktivitas katalis Ni- Mo/Zeolit dengan katalis Mo/Zeolit dapat dilihat dari waktu retensi terjauh pada masing-masing kromatogram CHHnya, yaitu 24,229 menit untuk katalis Ni-Mo/Zeolit dan 24,767 menit untuk katalis Mo/Zeolit. Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas katalis Ni-Mo/Zeolit lebih baik daripada katalis Mo/Zeolit karena mampu merengkahkan parafin dengan hasil yang lebih baik (waktu retensi lebih pendek). Hal ini didukung oleh data karakter katalis zeolite dimana harga keasaman total dan kandungan logam Ni-nya lebih tinggi daripada katalis Mo/Zeolit. Jika dibandingkan masing-masing senyawa kromatogram CHHNiMo/Zeolit dengan senyawa kromatogram CHHMo/ZAA, terdapat satu senyawa dengan waktu retensi yang sama yaitu 4,177 menit.
Berdasarkan kromatogram dapat disimpulkan bahwa senyawa tersebut terbentuk karena pengaruh logam Mo sedangkan logam Ni kurang berpengaruh pada katalis ini. Hasil perhitungan aktivitas hidrorengkah parafin dengan katalis NiMo/Zeolit adalah sebesar 47,373 %. Berdasarkan data analisis Cairan Hasil Hidrorengkah dengan menggunakan instrumen Spektroskopi Inframerah, Kromatografi Gas dan Spektroskopi Massa memiliki kesamaan dengan data yang disampaikan oleh Haag dan Dessau (1984) sehingga secara umum mekanisme hidrorengkah parafin yang mungkin adalah terdiri dari dua tahap yaitu : mekanisme pembentukan ion karbonium dan mekanisme pembentukan ion karbenium. Mekanisme pertama adalah monomolekuler atau hidrorengkah protolitik yang meliputi protonasi langsung parafin oleh situs asam Bronsted untuk membentuk ion karbenium dapat ditunjukkan dalam [ persamaan (5) ]
Ion karbonium ini dapat membentuk molekul hidrogen dan ion karbenium atau parafin dan ion karbenium yang lebih kecil [ persamaan (6) dan (7) ]
Mekanisme (7 dan 8) diketahui sebagai mekanisme bimolekuler yang terjadi melalui pembentukan ion karbenium (pine, 1981; Haag et al, 1991 dalam Macedonia, 2000). Tahap reaksi dimulai dengan protonasi olefin atau aromatik pada situs asam Bronsted (Weitkamp, 1999), juga melalui transfer hibrida dari parafin atau alkyl aromatik pada situs asam Lewis [persamaan (8) dan (9)](Satterfield,1980) dan melalui transfer hidrida dari reaktan ke ion karbenium yang sudah terbentuk [persamaan (10)]
Ion karbonium yang sudah terbentuk dapat mengalami pemutusan rantai pada posisi b ( pemutusan ikatan C-C pada lokasi b ) untuk membentuk olefin dan ion karbenium baru [persamaan (12) ] ( Weitkamp, 1999)
Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi aktivitas katalis antara lain pada hidrorengkah pada temperetur 400oC, memungkinkan ikatan katalis reaktan menjadi sangat lemah, kemungkinan karena yang tersedia berlebihan sehingga sulit terjadi kontak antara katalis dan umpan (Fatmawati, 2004). Temperatur ini melebihi yang dibutuhkan agar reaksi yang terjadi optimal. Kenaikan temperatur akan mengakibatkan penambahan energi sehingga reaksi dapat berlangsung lebih cepat namun tidak menjamin kontak katalis reaktan optimum, yang mengakibatkan aktivitas katalisnya menurun.
Disamping itu pembentukan kokas yang terjadi pada temperatur 400oC dapat menyebabkan deaktivasi katalis. Kokas yang terbentuk terjebak dalam pori–pori katalis sehingga luas permukaan pori, volume pori dan rerata jejari pori mengecil dan memungkinkan melenyapkan pori, akibatnya tidak akan terjadi adsorpsi reaktan oleh katalis lebih lanjut. Sintering penggumpalan oleh pengembanan Ni dan Mo dimungkinkan juga terjadi pada temperatur ini. Sintering tersebut dapat menurunkan situs aktif katalis sebagai aktivitas katalis Zeolit alam aktif dengan pengemban logam Ni dan Mo. Penurunan aktivitas katalis juga memungkin tidak terjadinya adsorpsi reaktan oleh katalis.
Untuk regenerasi Zeolit alam bekas dipreparasi kembali. Setelah proses preparasi Zeolit bisa digunakan kembali.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Proses hidrorengkah parafin menggunakan katalis Zeolit, Ni/zeolit, Mo/Zeolit dan Ni-Mo/Zeolit dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Katalis Ni-Mo/Zeolit memiliki efektivitas katalis yang lebih baik yang ditunjukkan dengan aktivitas katalis dan konversi total sebesar 47,373 % dan 48,701 % dibandingkan katalis Ni/Zeolit sebesar 35,493 % dan 36,293 % serta katalis Mo/Zeolit sebesar 43,787 % dan 45,125 %. Namun katalis Ni/Zeolit memiliki selektivitas fraksi ringan yang lebih tinggi yaitu sebesar 11,152 % dibandingkan katalis Mo/Zeolit dan NiMo/Zeolit yang hanya sebesar 4,051 % dan 6,310 % pada hidrorengkah parafin.
2. Pengembanan logam Ni dan Mo pada zeolit alam aktif dapat digunakan sebagai katalis pada hidrorengkah parafin memiliki aktivitas katalis, selektivitas fraksi ringan dan konversi total yang berbeda-beda.
B. SARAN
Tindak lanjut untuk mengetahui keefektifan katalis antara lain :
1. Perlunya variasi temperatur pada penelitian untuk mengetahui suhu optimum katalis dalam hidrorengkah parafin
2. Perlunya penggunaan katalis lain selain logam pengemban Ni dan Mo untuk bisa membandingkan konversi total dan aktivitas katalis pada hidrorengkah paraffin
DAFTAR PUSTAKA
Siswodiharjo.,dkk. 2005. PREPARASI REAKSI HIDRORENGKAH KATALIS Ni/ZAA (Zeolit Alam Aktif), Mo/ZAA, Ni-Mo/ZAA TERHADAP PARAFIN.
Siswodiharjo. 2006. REAKSI HIDRORENGKAH KATALIS Ni/Zeolit, Mo/Zeolit, Ni-Mo/Zeolit TERHADAP PARAFIN.
Witanto, Esis., dkk. 2010. PREPARASI DAN KARAKTERISASI KATALIS Ni-Mo/Zeolit Alam Aktif. SEMINAR NASIONAL/ VI SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA. 18 NEVEMBER 2010. ISSN 1978-0176.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan lupa di follow and coment ya Gan ... :)